Kamis, 07 Oktober 2021

Cerita Islami Jodoh Terbaik



Kali ini DapurImajinasi akan menghidangkan kisah islami  yang berjudul "Jodoh Terbaik". Cerita ini menarasikan seorang muslimah yang sudah cukup untuk usianya menikah, namun belum mendapat jodoh. Keluarga sudah sering menanyakan tentang pernikahannya. Tidak hanya itu, tetangga juga sering menanyakan kapan beliau berumah tangga. Ternyata pertanyaan-pertanyaan itu cukup mengganggunya. Apalagi, adiknya ternyata sudah mengutarakan untuk menikah. Bagaimana dongeng berikutnya? Silakan membaca sampai tuntas!

Jodoh Terbaik

oleh: Andi Dwi Handoko

Senja telah lindap ketika Rahma melangkah pulang. Dengan motor kreditan hasil jerih payahnya, dia menembus hiruk-pikuk kendaraan di jalanan. Ia meluangkan untuk mampir ke warung sekadar membeli lauk-pauk untuk makan malam bersama keluarganya.

Ia segera masuk ke dalam rumah. Rahma mengucap salam dengan lembut namun tak mendapat balasan dari semua orang. Seperti biasa, beliau langsung masuk rumah. Rahma menuju ke dapur untuk meletakkan lauk yang telah dibelinya tadi. Dalam langkahnya ke dapur, dia tak sengaja mendengar percakapan orangtuanya di teras samping rumah.

Rahma mendengar namanya disebut-sebut dalam pembicaraan kedua orangtuanya tersebut. Ia bangun terpaku di balik tembok. Aura kesedihan timbul menggelayuti perasaannya.

“Pak, Rahma itu sudah 27 tahun, tapi belum nikah juga?”
“Ya bagaimana lagi Bu, beliau belum ada kandidat. Kalau mau dijodohkan, dia tidak mau.”
“Lha iya Pak, dulu itu kita kenalkan dengan Safrullah, anaknya Pak Bakdawi tetapi tidak mau.”
“Ya ditunggu saja dahulu Bu, hingga ia dapat kandidat opsi yang sempurna untuknya.”
“Masalahnya kan Zahra adiknya Pak. Dia sudah punya kandidat si Zamron, masak Zahra mesti menikah dulu? Mendahului kakaknya, Rahma? Ini tak lazim Pak! Apa kata tetangga nanti?”
“Iya, kadang Bapak juga resah menjawab pertanyaan tetangga yang menanyakan kapan Rahma menikah, padahal adiknya telah punya kandidat.”

Masalah itu lagi. Dari balik tembok, Rahma mencoba menahan air mata yang mulai merembes dari celah kelopak matanya. Ia pun menawan napas untuk menertibkan emosinya.

“Astaghfirullahal adzim..Astaghfirullah..” lirih Rahma menenangkan dirinya. Ia beristigfar alasannya tak semestinya dia menguping obrolan orangtuanya tersebut. Setelah mulai hening, ia mengucap salam dengan suara agak keras tak mirip tadi semoga seperti ia gres saja tiba.

Rahma menemui mereka, dan menyerahkan bungkusan lauk terhadap ibunya. Ayah ibunya tak menyinggung duduk perkara yang dibincangkan tadi. Semua seperti tidak ada apa-apa. Barangkali orangtuanya menjaga perasaan Rahma biar tak terkesan selalu menuntut Rahma secepatnya menikah. Tapi saat izin pergi ke kamar untuk ganti baju, ayahnya dengan tersenyum mengajukan pertanyaan canda kepada Rahma.

“Sudah ada kandidat Ma?”

Degup jantung Rahma meningkat. Canda dari ayahnya menyentuh perasaannya. Sembari berjalan ke kamar, Rahma menjawab “Insya Allah…” hanya itu tanggapan terbaik Rahma.
Pagi harinya, saat Rahma akan berangkat kerja, beliau mendengar tetangganya mengajukan pertanyaan kepada ibunya.

“Calonnya Rahma telah ada belum ta Bu?”
“Enggak tahu Bu, itu si Rahma masih menekuni pekerjaanya, sudah dibilang segera nyari jodoh, eh dianya selalu menjawab Insya Allah.”
“Kalau Zahra pengin nikah cepat?”
“Ya itu makanya Rahma saya suruh nyari jodoh cepat-cepat.”
“Oalah Bu, jodoh itu memang telah ada yang ngatur.”
“Ya memang, tapi manusia kan juga mesti berupaya.”

Tak terasa, air mata Rahma berlinang mendengar percakapan itu. Ia bergegas berangkat kantor dengan gusar. Di kantor, Rahma tak dapat berkonsentrasi sarat . Ia mempertimbangkan masalahnya. Ia lalu ingat percakapan antara orangtuanya dan percakapan ibunya dengan tetangganya. Ia kemudian ingat perkataan Zahra seminggu kemudian bahwa Zamron sudah bermaksud menikahinya. Tapi Zahra tidak mau mendahuluinya. Zahra ingin kakaknya menikah dulu walaupun Zahra sudah mengaku siap lahir batin menikah dengan Zamron. Zamron pun telah siap mirip Zahra. Hanya tinggal menunggu keputusan Rahma dan orangtuanya. Orangtuanya menghendaki Rahma menikah dulu karena dalam budpekerti Jawa, seorang adik wanita mendahului nikah kakaknya yang wanita ialah hal tak umum.

Dalam kegelisahannya, Rahma beristigfar dan menetapkan untuk membujuk orangtuanya biar mau merestui dan melangsungkan pernikahaan adiknya dengan Zamron. Rahma menilai adiknya lebih siap lahir batin untuk lebih dulu menikah.

Sepulang kerja ia mengutarakan semuanya kepada orangtuanya dan Zahra. Kedua orangtuanya terang menolak pedoman Rahma yang menginginkan Zahra menikah lebih dulu. Namun, Zahra cuma diam dan menurut semua keputusan yang akan diambil orangtuanya. Di pihak lain, dengan lemah lembut Rahma menjelaskan kepada orangtuanya mengapa Zahra harus menikah lebih dulu. Dengan alasan-alasan yang masuk logika, orangtua Rahma jadinya setuju dengan Rahma. Alasan utamanya yaitu untuk mempertahankan Zahra dari fitnah di masyarakat dan godaan perzinaan.

Tiga bulan lalu, Zahra akibatnya menikah mendahului kakaknya. Rahma tak peduli dengan omongan tetangga. Ia sudah memutuskan yang terbaik. Sambil matanya berkaca-beling senang menyaksikan prosesi ijab kabul adiknya, Rahma berucap dalam hati, “Aku percaya Allah sudah mengatur semua ini. Allah pasti mempunyai jodoh terbaik bagiku di suatu dikala yang tepat.” ::Andi Dwi Handoko::

Dimuat di Solopos, Jum'at, 30 Juli 2010 , Hal.X

 Baca juga dongeng islami yang lain:

- Titipan Illahi
- Kado Pernikahan
- Kerja Ikhlas
- Mata Bening